Sebenarnya ada satu hal yang menggelitik penulis terkait perkembangan teknologi Informasi di Indonesia. Indonesia merupakan pasar potensial bagi beberapa produk teknologi informasi, Tapi yang menjadi permasalahan adalah Indonesia hanya menjadi pasar atau sasaran penjualan.
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang haus teknologi tetapi bukan haus dalam artian menyerap pengetahuan teknologi, tapi hanya sebagai pengguna peralatan teknologi informasi. Ada sebuah gurauan yang sering diceritakan tentang seorang anak dari Indonesia yang bertemu dengan seorang anak dari Jepang. Dengan bangganya anak Indonesia berkata, "Lihat nih HP baru saya" sambil menunjukkan HP yang baru saja dibelinya. Sedangkan anak Jepang tadi membalas dengan berkata "Lihat nih HP buatan saya" sambil menunjukkan HP yang dibuatnya.
Cerita di atas tidak bermaksud menyinggung siapapun, tetapi sebagai gurauan yang mengingatkan kita bahwa kita selalu bangga menjadi konsumen produk asing, padahal kebanggaan seharusnya ada ketika kita menggunakan produk kita sendiri.
Terlepas dari faktor produk teknologi informasi berasal dari luar negeri, mungkin untuk saat ini kita masih berbenah diri untuk menyerap teknologi untuk menciptakan peralatan teknologi informasi. Kita dapat menggunakan teknologi informasi (meskipun masih impor) untuk meningkatkan efisiensi ekonomi. Selama ini teknologi informasi hanya dilihat sebagai komunikasi dan alat hiburan saja, tetapi penggunaannya sebagai solusi permasalahan bangsa masih sedikit.
Ketika Jakarta dilanda masalah kemacetan, mungkin hanya sebagian kecil saja yang memberikan solusi untuk menggunakan teknologi informasi. Pada saat permasalahan kemacetan di Jakarta muncul yang sering dilontarkan sebagai solusi lebih pada penambahan lebar jalan, dan pembangunan infrastruktur transportasi lainnya. Bahkan ada yang mengusulkan pemindahan Ibu Kota Negara.
Seharusnya jika melihat dari kacamata teknologi informasi, mengapa tidak memilih solusi pemaksimalan penggunaan teknologi informasi. Misal pelajar hanya pergi ke sekolah selama tiga hari dalam sepekan, sedangkan sisanya belajar di rumah dengan menggunakan fasilitas internet.
Jadwal ke sekolah dapat digilir antarkelas, sehingga misalkan untuk pelajar SMP, jika kelas 1 dan 2 ke sekolah, maka kelas 3 belajar di rumah, demikian sebaliknya. Bayangkan berapa jumlah bahan bakar kendaraan yang bisa dihemat, dengan merumahkan pelajar selama tiga hari. Selain untuk sekolah, pemerintah dan perusahaan swasta juga diminta memetakan fungsi dalam organisasinya sehingga fungsi-fungsi yang dapat dikerjakan pegawai melalui aplikasi internet, dapat dikerjakan dirumah.
Tentu saja penerapan e-office berbasis internet telah dilakukan beberapa perusahaan besar. Selain menghemat penggunaan kertas, juga menghemat sumber daya lainnya yang akan digunakan jika seseorang harus pergi ke kantor. Penggunaan teknologi informasi secara massal memang memerlukan perencanaan yang sangat matang. Tetapi jika dilihat dari faktor penggunaan sumber daya alam terutama berkaitan dengan yang digunakan oleh peralatan transportasi, maka penggunaan teknologi informasi dalam pendidikan, pekerjaan dan kehidupan sehari-hari adalah suatu solusi yang harus dipertimbangkan.
Investasi dalam infrastruktur teknologi informasi memang tidak murah, tetapi biaya maintenance teknologi informasi tidaklah semahal biaya maintenance infrastruktur fisik transportasi. Selain itu anda juga dapat memperkirakan mana yang lebih murah, investasi di infrastruktur teknologi informasi atau investasi di infrastruktur transportasi (darat, laut, udara). Membangun infrastruktur teknlogi informasi bukan berarti mengabaikan pembangunan infrastruktur fisik lainnya, tetapi teknologi informasi adalah salah satu solusi krisis energi yang melanda dunia.
Salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penerapan teknologi informasi baru adalah unsure sosial budaya. Misal tidak semua masayarakat setuju kalau pelajar bersekolah irumah dengan menggunakan internet.
Contoh lain, misalnya pada suatu instansi, yang selama ini jika ada rapat pegawai diundang dengan undangan berupa selembar kertas dan diganti dengan SMS mungkin rapat tersebut hanya dihadiri sebagian kecil pegawai saja. Ini dikarenakan adanya unsur sosial budaya yang kuat dalam masyarakat Inonesia.
Mungkin seorang pegawai merasa SMS tidak otentik dan mengundangnya dengan menggunakan SMS dianggap tidak menghargai mengingat dia memilki jabatan yang cukup tinggi. Adanya resistensi inilah yang harus dipertimbangkan dalam penerapan teknologi informasi. Penerapan lelang elektronik(e-procurement) pada pemerintah bukan saja meningkatkan transparansi proses lelang, tetapi juga meningkatkan efisiensi proses tersebut. Hal-hal positif inilah yang harus iungkapkan kepada masyarakat sehingga resistensi terkait kondisi sosial budaya dapat diselesaikan.
Jadi sudah saatnya kita melihat teknologi informasi bukan hanya sebagai alat komunikasi, alat sosialisasi dan alat hiburan saja. Tetapi sudah saatnya kita melihat teknologi informasi sebagai suatu solusi yang dapat membuat kehidupan kita lebih efisien, dan bersama-sama mencoba mencari solusi agar resistensi terkait kondisi sosial budaya dan resistensi lainnya dapat diatasi. Dan yang paling penting sudah saatnya kita berpikir bahwa sudah saatnya kita memiliki produk teknologi informasi buatan kita sendiri, sehingga mungkin suatu saat ketika kita lewat didepan sebuah Sekolah Dasar terdapat spanduk yang bertuliskan "Pameran Produk Teknologi Informasi karya SD Anak Bangsa".
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang haus teknologi tetapi bukan haus dalam artian menyerap pengetahuan teknologi, tapi hanya sebagai pengguna peralatan teknologi informasi. Ada sebuah gurauan yang sering diceritakan tentang seorang anak dari Indonesia yang bertemu dengan seorang anak dari Jepang. Dengan bangganya anak Indonesia berkata, "Lihat nih HP baru saya" sambil menunjukkan HP yang baru saja dibelinya. Sedangkan anak Jepang tadi membalas dengan berkata "Lihat nih HP buatan saya" sambil menunjukkan HP yang dibuatnya.
Cerita di atas tidak bermaksud menyinggung siapapun, tetapi sebagai gurauan yang mengingatkan kita bahwa kita selalu bangga menjadi konsumen produk asing, padahal kebanggaan seharusnya ada ketika kita menggunakan produk kita sendiri.
Terlepas dari faktor produk teknologi informasi berasal dari luar negeri, mungkin untuk saat ini kita masih berbenah diri untuk menyerap teknologi untuk menciptakan peralatan teknologi informasi. Kita dapat menggunakan teknologi informasi (meskipun masih impor) untuk meningkatkan efisiensi ekonomi. Selama ini teknologi informasi hanya dilihat sebagai komunikasi dan alat hiburan saja, tetapi penggunaannya sebagai solusi permasalahan bangsa masih sedikit.
Ketika Jakarta dilanda masalah kemacetan, mungkin hanya sebagian kecil saja yang memberikan solusi untuk menggunakan teknologi informasi. Pada saat permasalahan kemacetan di Jakarta muncul yang sering dilontarkan sebagai solusi lebih pada penambahan lebar jalan, dan pembangunan infrastruktur transportasi lainnya. Bahkan ada yang mengusulkan pemindahan Ibu Kota Negara.
Seharusnya jika melihat dari kacamata teknologi informasi, mengapa tidak memilih solusi pemaksimalan penggunaan teknologi informasi. Misal pelajar hanya pergi ke sekolah selama tiga hari dalam sepekan, sedangkan sisanya belajar di rumah dengan menggunakan fasilitas internet.
Jadwal ke sekolah dapat digilir antarkelas, sehingga misalkan untuk pelajar SMP, jika kelas 1 dan 2 ke sekolah, maka kelas 3 belajar di rumah, demikian sebaliknya. Bayangkan berapa jumlah bahan bakar kendaraan yang bisa dihemat, dengan merumahkan pelajar selama tiga hari. Selain untuk sekolah, pemerintah dan perusahaan swasta juga diminta memetakan fungsi dalam organisasinya sehingga fungsi-fungsi yang dapat dikerjakan pegawai melalui aplikasi internet, dapat dikerjakan dirumah.
Tentu saja penerapan e-office berbasis internet telah dilakukan beberapa perusahaan besar. Selain menghemat penggunaan kertas, juga menghemat sumber daya lainnya yang akan digunakan jika seseorang harus pergi ke kantor. Penggunaan teknologi informasi secara massal memang memerlukan perencanaan yang sangat matang. Tetapi jika dilihat dari faktor penggunaan sumber daya alam terutama berkaitan dengan yang digunakan oleh peralatan transportasi, maka penggunaan teknologi informasi dalam pendidikan, pekerjaan dan kehidupan sehari-hari adalah suatu solusi yang harus dipertimbangkan.
Investasi dalam infrastruktur teknologi informasi memang tidak murah, tetapi biaya maintenance teknologi informasi tidaklah semahal biaya maintenance infrastruktur fisik transportasi. Selain itu anda juga dapat memperkirakan mana yang lebih murah, investasi di infrastruktur teknologi informasi atau investasi di infrastruktur transportasi (darat, laut, udara). Membangun infrastruktur teknlogi informasi bukan berarti mengabaikan pembangunan infrastruktur fisik lainnya, tetapi teknologi informasi adalah salah satu solusi krisis energi yang melanda dunia.
Salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penerapan teknologi informasi baru adalah unsure sosial budaya. Misal tidak semua masayarakat setuju kalau pelajar bersekolah irumah dengan menggunakan internet.
Contoh lain, misalnya pada suatu instansi, yang selama ini jika ada rapat pegawai diundang dengan undangan berupa selembar kertas dan diganti dengan SMS mungkin rapat tersebut hanya dihadiri sebagian kecil pegawai saja. Ini dikarenakan adanya unsur sosial budaya yang kuat dalam masyarakat Inonesia.
Mungkin seorang pegawai merasa SMS tidak otentik dan mengundangnya dengan menggunakan SMS dianggap tidak menghargai mengingat dia memilki jabatan yang cukup tinggi. Adanya resistensi inilah yang harus dipertimbangkan dalam penerapan teknologi informasi. Penerapan lelang elektronik(e-procurement) pada pemerintah bukan saja meningkatkan transparansi proses lelang, tetapi juga meningkatkan efisiensi proses tersebut. Hal-hal positif inilah yang harus iungkapkan kepada masyarakat sehingga resistensi terkait kondisi sosial budaya dapat diselesaikan.
Jadi sudah saatnya kita melihat teknologi informasi bukan hanya sebagai alat komunikasi, alat sosialisasi dan alat hiburan saja. Tetapi sudah saatnya kita melihat teknologi informasi sebagai suatu solusi yang dapat membuat kehidupan kita lebih efisien, dan bersama-sama mencoba mencari solusi agar resistensi terkait kondisi sosial budaya dan resistensi lainnya dapat diatasi. Dan yang paling penting sudah saatnya kita berpikir bahwa sudah saatnya kita memiliki produk teknologi informasi buatan kita sendiri, sehingga mungkin suatu saat ketika kita lewat didepan sebuah Sekolah Dasar terdapat spanduk yang bertuliskan "Pameran Produk Teknologi Informasi karya SD Anak Bangsa".
Rating: 4.5
Reviewer: Jun Junaidi
ItemReviewed: TIK MENGURAI KEMACETAN